MENYELAMATKAN PELAJAR DARI BAHAYA ROKOK
PERLUKAH?
Aji Satria R
Siswa Kelas X 2 SMA 1 Genteng, Banyuwangi
Juga alumni SMP Unggulan Bustanul Makmur Genteng
Survey pernah dilakukan oleh lembaga independen di beberapa kota menunjukkan bukti siqnifikan bahwa remaja kita setingkat usia SMP lebih 40 % siswa mulai belajar merokok atau coba-coba merokok. Sementara level SMA lebih 70% siswa sudah memiliki kebiasaan merokok. Secara umum orang tua, guru (termasuk juga di dalamnya ulama), tidak senang bahkan melarang keras bagi anak-anaknya, murid-muridnya, santrinya merokok. Karena alasan apapun mereka menyadari bahwasanya merokok itu tidak baik, tidak ada manfaatnya bahkan dapat menimbulkan berbagai penyakit terutama kanker yang paling ditakuti. Ada beberapa hal yang sulit bagi orang tua, guru untuk memproteksi anak dari cenderung merokok (1) pada umumnya orang tua, guru biasa merokok secara terbuka di depan anak-anaknya, murid-muridnya (2) pengaruh promosi rokok yang luar biasa, vulgar bahkan didukung (dapat izin) aparat (3) trend anak muda merokok telah menjadi mitos kejantanan, kemerdekaan, kebebasan.
Serba ironis.
Lembaga pendidikan yang seharus stiril dari hal-hal yang tidak patut tidak berlaku bagi rokok. Guru, pegawai, tamu, bakul, yang ada di lingkungan sekolah seharusnya tidak ‘demonstratif’ merokok tanpa bersalah. Bahkan yang ‘kebacut’ di depan kelas ada guru mengajar sambil merokok, dengan dalih tidak bisa berfikir optimal tanpa merokok. Apalagi sekarang lagi marak promo rokok lewat kegiatan panggung musik dengan menampilkan artis-artis ternama. Tragisnya tiketnya berupa sebungkus rokok. Dapat izin dari pemerintah lagi. Tentunya ajang anak-anak muda diwarnai oleh upaya produsen industri rokok untuk melakukan penetrasi secara nyata terhadap calon konsumen pemula. Masih belum puas, sekolah-sekolah level SMA dilayani panggung gratis berlabel rokok (sebut saja LA light) berserta alat-alat musiknya. Seolah ada kesan kepedulian perusahaan rokok terhadap dunia pendidikan. Dunia pendidikan kita benar-benar sesat di jalan yang terang! Bukankah kita punya instrumen untuk meminimalisasi penetrasi aksi mereka itu? Kita punya Departemen Agama/Dinas Pendidikan, Departemen/Dinas Kesehatan, Dewan Pendidikan, MUI, BPOM, LSM antirokok, dll, tetapi mengapa tidak pernah ada teguran atau larangan atau upaya hukum. Padahal mereka benar-benar telah melanggar kode etik, bahkan promo-promo menyesatkan. Akibatnya mereka melakukan itu tanpa ada rasa bersalah.
Promo Sesat dan Menyesatkan.
MILD, LIGHT, LOW adalah istilah yang salah bahkan sesat. Menurut dr Piet G Manoppo dari staf Depkes RI adalah jurus perusahaan industri produksi rokok untuk mendongkrak tingkat adiksi konsumen secara perlahan. Masih kata dokter Piet, dalam psikologi sosial, ini namanya manipulasi kesadaran. Yang benar dalam bentuk apapun industri rokok telah mengakui bahwa “kebiasaan merokok tidak akan pernah aman”. Tetapi mengapa sampai hari ini tidak ada satupun lembaga yang bergeming atas nama kebenaran. Di Amerika (saya baca majalah) pada Agustus 2006, Hakim District Amerika, Gladys Kessler, resmi melarang label low nicotien, low tar, mild, dan light pada semua merk rokok. Bahkan Kessler menegaskan lagi tanggal 16 Maret 2007 bahwasanya keputusan itu berlaku di seluruh dunia, bukan hanya di AS. Mengapa Kessler serius? Kerana label terbukti itu bohong alias sesat dan menyesatkan! Bahkan di bagian negara Eropa mewajibkan industri rokok menulis besar-besar ‘merokok menyebabkan kematian lebih cepat’ di bungkus bagian luar rokok. Tetapi sayang hal tersebut tidak pernah ‘digubris’ oleh industri rokok di negeri kita.
Racun Rokok. Sekedar diketahui bahwasanya di dalam sebatang rokok menurut penelitian para ahli medis terdapat kurang lebih 4000 jenis racun. Di antara yang lazim diketahui amat berbahaya adalah tar, nikotin, karbon monoksida, arsen, alkhohol (untuk melarutkan ramuan). Bandingkan khamr berpotensi menimbulkan 25 jenis penyakit diharamkan. Daging khinzir berpotensi menimbulkan 15 jenis penyakit juga diharamkan. Bagaimana dengan sebatang rokok dengan kandungan 4000 racun? Patut diapakan ya?
Rokok dan Kematian. Melihat korban akibat rokok, misalnya yang terjadi di AS, menurut laporan Departemen Kesehatan Amerika Serikat bahwa penyebab tertinggi kasus kematian dalam setiap tahun di Amerika Serikat ternyata penyakit akibat merokok. Urutan dari tujuh penyebab kasus kematian terbanyak di Amerika Serikat yang dikutip dari laporan kematian tahunan (Comparative Causes Of Annual Deaths) selama tahun 2000 dari United States Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control (dibulatkan dalam ribuan) adalah sebagai berikut: 1) penyakit akibat merokok 430.000, 2) minuman keras 81.000, 3) kecelakaan lalu-lintas 41.000, 4) pembunuhan 30.000, 5) bunuh diri 19.000, 6) AIDS 17.000, 7) penyalah gunaan obat14.000 orang.
Sementara Badan Kesehatan Dunia, WHO, (2003) merata-rata sekitar 5.000 setiap tahun orang meninggal akibat asap rokok. Bahkan kalau tidak ada tindakan yang siqnifikan dari semua pihak pada tahun 2010 diprediksi akan bertambah menjadi 8.000 orang mati karena asap rokok. Korban terbesar adalah negara berkembang. Negara kita tergolong pengguna rokok terbesar kelima dunia. Penduduk kita rata menghisap 208 milyar batang rokok pertahun. Kalau panjang rata-rata rokok perbatang 9 cm maka 208 milyar batang rokok jika dirantai menjadi 18,720,000 km.
Rakok dan Kemiskinan. Prihatin juga, dari 141,4 juta perokok di republik kita (prediksi tahun 2002), sekitar 84,4 juta adalah warga miskin yang berpenghasilan kurang dari Rp.20 ribu per hari. Dalam survei KPAI juga ditemukan lebih dari 43 juta anak Indonesia (64,2%) hidup serumah dengan perokok sehingga ikut menjadi perokok pasif. Risiko gangguan kesehatan mereka meningkat. karena anak-anak yang terpapar asap tembakau sejak dini rentan mengalami pertumbuhan paru yang lambat, lebih mudah terkena bronkitis, infeksi saluran pernafasan, infeksi telinga serta asma. Akbibatnya sekitar 43 juta anak usia hingga 18 tahun terancam penyakit mematikan itu. Hal ini dibenarkan oleh Abdillah Ahsan, Peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi UI mengatakan bahwa perokok mayoritas adalah orang miskin karena berakibat terhadap ekonomi mereka. Dalam penelitiannya rokok ada pada peringkat 2 dalam 25 daftar kebutuhan mereka. Kurang lebih 12% penghasilan mereka perbulan dibelanjakan untuk rokok. Sedangkan untuk biaya pendidikan anak-anaknya 2%. Ini artinya bahwa alokasi belanja rokok lebih besar 6 kali biaya pendidikan bagi anak-anaknya.
Sementara itu berita buruk tentang bahaya rokok dari Paiboon Wattanasiritham, mantan Wakil Perdana Menteri, dan mantan Ketua Yayasan Promosi Kesehatan Thailand, dalam pidatonya pada pembukaan lokakarya SEATCA (LSM Antirokok Negara Asia Tenggara). Dia menyebutkan, pada 2020, diperkirakan 70 persen kematian di negara berkembang disebabkan oleh dampak rokok, meningkat dari saat ini yang sudah mencapai 50 persen. Itu artinya peningkatan juga dalam hal pengeluaran untuk biaya kesehatan, dan berkurangnya produktivitas.
Bagaimana seharusnya? Gambaran di atas memberikan sedikit pencerahan betapa bahaya rokok terhadap kesehatan tidak hanya kepada si perokok juga dampak negatifnya kepada siapa saja di sekitarnya. AA Gym, dai kondang itu, mengatakan bahwa merokok tidak hanya merugikan diri sendiri juga orang lain di sekitarnya. Karenanya kebiasaan merokok boleh dikategorikan tabiat buruk. Lalu bagaimana agar generasi muda kita khususnya remaja kita tidak serta merta terbawa oleh dunia negatif itu? Ternyata himbauan pemerintah bahwa merokok dapat menyebabkan kanker, impotensi dan kemandulan, belum cukup meyakinkan mereka. Barangkali sekedar memberikan masukan atas diri siswa selevel saya :
1. Sekolah harus stiril dari hal-hal yang tidak patut termasuk merokok. Pemerintah mengeluarkan aturan yang tegas melarang terhadap siapa saja tidak boleh merokok di lingkungan sekolah. Tidak sekedar himbauan atau slogan no smoking.
2. Pemerintah melarang promosi yang bersifat penetrasi terbuka seperti dijelaskan di atas, bila perlu dilarang sama sekali dalam bentuk apapun..
3. Pemerintah menaikkan cukai rokok berlipat, sehingga rokok menjadi barang mahal dan tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah terlebih oleh remaja.
4. Pemerintah memberikan beasiswa atau apa yang lebih menarik kepada siswa yang bersedia tidak merokok misalnya sampai lulus sarjana.
5. Ada kepedulian lembaga pemerintah non-pemerintah untuk ikut serta menghambat pengaruh rokok terhadap generasi muda/remaja.
6. Syukur kalau Majelis Ulama Indonesia (MUI) berkenan memberikan fatwa haram pada rokok.
Harga Generasi Tidak Lebih Murah daripada Rokok. Saya yakin negara tidak akan ambruk tanpa rokok. In put dari cukai rokok hampir 22T pertahun (katanya jika tidak banyak kebocoran sampai 45T, edan) hanya 2.2% dari keseluruhan sektor penyumbang devisa ke negara. Dari 66 sektor itu, industri rokok di urutan 34 sedangkan pertanian tembakau di urutan 62. Urutan teratas perdagangan dan konstruksi. Demikian juga di sektor tenaga kerja. Pabrik rokok penyerap tenaga kerja di urutan 30, pertanian tembakau di nomor 46. Sementara cukai rokok kita tergolong rendah 37%, bandingkan dengan Thailand 75%, India 55%, Bangladesh 63% dan Philipina 55%. Demikian data hasil penelitian intelektual FE UI, Bapak Abdillah Ahsan tahun 2007.
40T rupiah sumbangan rokok terhadap pendapatan negara tidak lebih mahal dari harga kesehatan generasi mendatang. Setuju atau tidak, yang pasti kejayaan negara di masa mendatang tidak akan bisa diharapkan dari generasi yang sakit-sakitan. Yo opo ora?
Imperald@yahoo.co.id atau uongtuo@yahoo.co.id atau kunjungi URL: Friendster.com/satriabmx